Sebuah Cerpen
“ARTI KEHIDUPAN”
Oleh : A. Ananda Rizqy Amalia
Genre : Persahabatan, Sad,
Konflik, and many others, (just find it by yourself)
Note : Honestly, ini
merupakan cerpen kedua yang ku tulis.. Hehehe, sebenarnya sih konsepnya udah
ada dikepalaku tapi, baru sekarang bisa diposting.. Hehehehe, sorry, jika ceritnya rada-rada GAJE gitu...I just have only
hope.. DON’T BE A SILENT READER..LEAVE A COMMENT Oke??
*******************************************************************************
“Ceraikan
saja aku…..” Terdengar suara ibuku yang sedang bertengkar dengan ayahku..
Hmmpp…
sedangkan aku?? Berada dalam kamar
berusaha agar tak mendengarkan. Walaupun entah mengapa sekeras aku berusaha tetap
saja air mataku tetap mengalir. Tidakkah mereka mengerti akan perasaanku?
Apakah mereka akan tetap seperti itu?
Tidakkah mereka tahu aku telah lelah selama seminggu ini?
Oh ya, perkenalkan namaku Andi
Ananda Rizqy Amalia, biasanya dipanggil A.Nanda. Maksudku tentang lelah selama
seminggu ini, ialah orang tuaku terus-terus saja bertengkar dan para sahabatku
saat ini sedang bertengkar. Aku lelah dengan semua ini. Ya Allah.. kuatkanlah
hambamu ini.
Pertengkaran antara orang tuaku
berlangsung hingga pagi. Hmmpp.. padahal aku telah berharap agar
pertengkaran itu selesai kemarin. Seperti
biasa, ketika orang tuaku bertengkar aku hanya pura-pura bahwa semuanya
terlihat normal.
“Yah..
Bu, Nanda ke sekolah dulu, ya? Assalamualaikum…”
Sempat
ku lihat ibuku langsung masuk ke kamar mengunci pintu. Sedangkan ayahku
langsung tidur lagi. Ya Allah, moga-moga mereka baik-baik saja. Semoga mereka
dapat berpikiran jernih lagi. Tolonglah hambamu ini Ya Allah. Sambil menahan
tangis selama perjalanan aku memanjatkan doa.
Sesampainya
di sekolah, malah perasaanku bertambah parah. Bayangkan, suasana di kelas
sedang mencekam. Sahabat-sahabatku yang
merupakan anggota dari N2M saat ini sedang bertengkar. Yang parahnya lagi aku
tak tahu apa sebenarnya masalahnya. Karena ketika konfrontasi sedang
berlangsung, saat itu aku sakit. Entah ketika itu aku sedang sakit secara fisik
atau secara nurani? Saat kembali ke sekolah, aku berharap mendapatkan senyum
dan candaan dari sahabat-sahabat N2M sehingga biarlah walaupun hanya sejenak aku
mampu untuk melupakan masalahku di rumah.
Tapi,
apa yang kudapat di sekolah? Yang kudapat hanyalah tatapan saling benci antara
sahabat-sahabatku. Ketika aku meminta penjelasan dari Mutia dan Mekka, mereka
malah mencoba untuk mempengaruhiku. Padahal bukan itulah yang kuinginkan. Bukan
itu. Yang kuinginkan hanyalah penjelasan yang sesuai dengan kenyataan.
Ketika
aku meminta penjelasan dari Nurul, yang kudapat ialah katanya dia tak tahu
sebenarnya yang terjadi apa. Namun, katanya hal ini terjadi hanya karena hal
sepele. Saat itu, katanya mereka sedang membersihkan lantai kelas. Nurul ini
katanya pergi mengambil air tetapi ketika sampai di sana, Mekka dan Mutia
meminta air itu. Tetapi Nurul tidak ingin memberikannya dengan alasan bahwa
katanya mereka telah diambilkan oleh Suryadi, teman sekelas kami. Semenjak itu
mereka tidak pernah saling bicara dan keduanya sering melihatnya dengan tatapan
benci.Hmmpp.. tetapi menurut Mekka dan Mutia, mereka kesal sekali karena apakah
hanya seember air kotor saja diminta dia sudah kikir.
Ya
Allah, apakah hanya karena ini mereka bertengkar? Sungguh permasalahan yang
sangat sepele. Seandainya di antara mereka dapat saling mengerti saja, semua
ini tak akan terjadi. Aku sungguh sangat ingin memberitahukan kepada mereka akan hal itu. Tetapi, aku tak dapat
melakukannya. Aku sungguh pusing dan sakit memikirkan semua ini. Ya Allah,
bantulah hambamu ini.
Ketika
istirahat aku pun pergi ke pohon dekat kelas yang biasa kami jadikan sebagai
markas N2M. Yah.. itulah yang kulakukan selama seminggu ini. Ke markas menyendiri dari
semuanya.Seperti yang kuduga tak ada seorang pun sahabatku di sana.
Sesampainya disana aku hanya dapat menangis. Melampiaskan
segala sesuatu yang menghimpit di dada. Yan muncul di pikiranku, hanyalah
segala memori indah yang selalu ku lalaui selama baik itu bersama sahabatku
ataupun bersama keluargaku.
Aku
ingat ketika kami sekeluarga bernyanyi dan joget bersama, bermain kartu
bersama, saat ada yang kalah dan kami menertawainya itu sangat indah, saat kami
sekeluarga bermain mallempu, ketika kami mengaji bersama. Aku sangat merindukan
itu.
Apakah
orang tuaku telah melupakan akan hal itu ketika mereka bertengkar? Pertanyaan
ini sering terpikirkan ketika orang tuaku bertengkar. Dan hal itu sampai
sekarang belum terjawab-jawab.
Aku
juga teringat ketika kami N2M saling bercanda, saling bermain-main judo, saat
makan bersama, saat tertawa lepas bersama. Tidakkah mereka mengingatnya? Apakah
kenangan terindah itu akan hilang ketika kita bertengkar?
Sambil
menangis ku mencoba tuk memahami arti
kehidupan ini. Apakah begini hidup? Kesedihan dan kebahagiaan yang terus datang
silih berganti?
Ku
melihat jam tangan, waktu istirahat sudah hamper selesai. Aku pun mengusap air
mata, dan bergegas ke WC. Saat itulah ku melihat sepasang mata yang indah.
Sepasang mata yang menatap mataku yang lembab. Bergegas aku pun ke WC membasuh
muka untuk menghilangkan bekas air mata.
Sesampainya
di kelas aku mencoba untuk menjauh dari semuanya. Berusaha tuk melupakan
permasalahan yang sedang terjadi. Namun, hal yang paling aneh adalah entah
mengapa aku tak dapat melupakan mata
itu. Siapa ya dia? Pertanyaan itu selalu saja terngiang di kepalaku.
Tak
terasa waktu di sekolah telah berlalu… Saatnya pulang. Entah mengapa semenjak
aku memikirkan mata itu, aku sejenak melupakan
permasalahan yang sedang terjadi.
“Nanda..
pulang yuk?!” Mekka kemuadian mengagetkanku.
“Yuk,
Nanda pulang! Sampai kapan kamu mau terus melamun di sini?” Tanya Mutia
“Eh…
nggak kok! Aku nggak ngelamun, hanya berpikir saja !”
“Kalau
gitu, ayo kita pulang !”
Sekilas
ku lihat Nurul masih mengatur barang-barangnya. Sendiri. Kasian dia..
“Hmmpp…
sebaiknya kalian menunggu dulu di luar! Nanti aku menyusul. “ sahutku..
“Oke
dehh.. see you di gerbang oke?”
“Oke!”
Saat
mereka keluar kelas, aku pun bergegas mengatur barang dan menghampiri Nurul.
“Rul,
yuk pulang bareng !” Sahutku tiba-tiba
“Ehh…
memangnya nggak papa? Kan mereka sedang marah sama aku?” Tanya Nurul dengan
pasrah, sempat ku lihat ada bekas air mata di pipinya.
“It’s
okay… Daripada kamu sendiri.”
“Oh..
kalau begitu baiklah.”
Akhirnya
kami pun bareng keluar dari kelas.
“Hoii..
Nanda kamu kok lama banget, sih? “ Tanya Mekka
“Udah
dari……..” Perkataanya pun berhenti ketika matanya tertumpu pada Nurul yang ada
di sampingku.
“Kan
kamu tahu aku tuh orang lelet…Hehehehe” Sahutku berusaha tuk mencairkan suasana
yang sempat dingin.
“Ohh…
ya udah kalau begitu..” Sahut Mutia.
Akhirnya
kami pun dengan diam meninggalkan sekolah. Di sepanjang perjalanan perasaanku
tuh gelisah banget. Coba saja bayangkan? Rasanya mereka semua dapat saling
makan memakan. Entah sampai kapan akan seperti ini.
Saat
sibuk memperhatikan suasana yang terjadi di antara sahabatku,mataku tertumpu
pada sepasang mata yang mirip dengan mata yang memperhatikanku tadi. Ku perhatikan
wajahnya. Oh.. ternyata dia adalah Radit.
Ku
lihat dia sedang sibuk dengan temannya. Hmmpp.. Radit ini merupakan seorang
anak imam di masjid Baiturrahman. Dia itu sangat pandai di bidang keagamaan.
Bacaan Qurannya bagus, dia juga biasa menghafal Al-Quran. Menurut apa yang ku
dengar dia itu sudah hafal Juz Amma dan Juz 29. Wow.. hebat bukan?
“Nanda….
Nanda…” sahut Nurul mengagetkanku
“Astagfirullah…..
Kau. Huh. Apaan sih?”
“Apa
sih yang kau lihat?” Tanya Nurul sambil mengalihkan pandangan. Mencoba tuk
mencari apa yang ku perhatikan dari tadi.
“Tidak
apa-apa kok..” Jawabku. Aku pun baru
menyadari apa yang kurang
“Ehh..
Mekka sama Mutia kemana?” Tanyaku.
“Entahlah..
Mereka berjalan dengan sangat cepat.” Jawab Nurul
“Huh.
Dasar mereka itu !” Jawabku
Bergegas
aku dan Nurul pun berjalan pulang.
Sesampainya
di rumah, ku perhatikan keadaan. Ternyata keadaan di rumah belum berubah-ubah.
Ibuku di dalam kamar. Ayahku, tidur. Selepas memberi salam, aku masuk ke rumah
dan langsung ke kamar. Mengunci diri, nyalakan headset, lalu tidur.
Entah
berapa lama, aku tertidur. Tapi, ketika terbangun aku langsung keluar dari
kamar. Ku perhatikan sepertinya keadaan bertambah agak parah atau lebih baik.
Parahnya sepertinya mereka baru bertengkar kembali. Baiknya, mereka bertemu dan
berbicara. Hanya itu. Yah.. walaupun hanya seperti itu, aku juga tetap
bersyukur. Setidaknya, terlihat seakan-akan mereka ingin menyelesaikan masalah.
“Apa
tidak ada yang mau makan?” Tanyaku
“Tidak.”
Jawab Ibuku, Ayahku hanya diam saja.
“Hmm..
baiklah.” Aku pun bergegas pergi makan.
Sementara
aku makan, seperti kedengaran bunyi pintu ditutup. Sepertinya orang tuaku ingin
menyelesaikan masalah mereka di kamar. Huh… aku pun berusaha agar tak peduli
lagi.
Ku
nyalakan TV. Cari channel yang bagus tuk ditonton. Tiba-tiba aku teringat
kembali dengan Radit. Huh… dasar ! Kenapa juga sih aku memikirkan dia? Apa
karena aku takut karena dia melihat tadi aku menangis? Ahhh… sudahlah…
Keesokan
harinya, sepertinya masalah antar orang tuaku sudah agak terselesaikan. Yah…
soalnya Ibuku sudah mulai masak. Ayah duduk di ruang tamu. Setelah makan, aku
pun bergegas ke sekolah dengan hati yang sudah tidak terlalu berat lagi, tak
lupa menyalami orang tuaku dulu.
Sesampainya
di sekolah, aku berharap keadaan teman-temanku sama seperti keadaan di rumah.
Tapi… sepertinya tidak seperti itu. Malah seakan-akan tambah parah.
Aku
melihat Mutia dan Mekka seakan-akan agak menjauhiku. Yah… walaupun tidak
seperti Nurul yang dijauhi sepenuhnya, aku tetap merasa mereka menjauhi ku. Ini
membuat perasaanku yang tadi agak bahagia berubah menjadi sangat, sangat tidak
enak.
Ku
akui, aku tak bisa menahan perasaan sedih atau tekanan jika dicuekin oleh teman
sendiri. Astaga… rasanya sangaaat sakit. Rasanya seakan-akan aku mau menangis.
“
Nanda… apakah saya perlu memanggilmu lagi??” Suara Guruku membuatku terkaget.
Tak terasa, ternyata aku sudah masuk.
“Eh…
tidak perlu kok Bu…” Sahutku malu bercampur sedih.
“Sudah,
kalau begitu. Kerjakan Soal diatas.”
“Baik…
Bu…” Kuperhatikan soal yang ada di papan tulis. Oh… syukurlah aku sudah
mempelajarinya semalam. Ya Allah, bantulah hambamu ini.
Saat
istirahat tiba, aku langsung ke markas N2M. Ingin menangis lagi, tapi air mata
tidak ingin keluar. Nggak enak banget sih…
Ku
perhatikan lapangan yang tidak jauh dari markas N2M, ku lihat Radit dan
teman-temannya sedang sibuk mempersiapkan latihan upacara. Melihatnya kembali,
membuatku berpikir apa yang dia pikirkan tentang aku kemarin? Apa dia
menganggapku sangat menyedihkan karena menangis di sekolah? Ahhh… ini membuat
frustasi.
Tetapi,
ketika ku perhatikan kembali. Ternyata Radit sedang menatap ke arahku. Dia
sedang menatap ke arahku??? Dalam hati aku bertanya-tanya. Dalam kebingungan,
ku lihat dia tersenyum sangat cerah dan sangat manis.
Senyumannya
itu membuatku kaget, heran, dan bahagia. Pokoknya semuanya campur aduk.
Senyumannya itu seakan-akan menyampaikan pesan agar aku tetap semangat. Entah
apakah itu hanya perasaanku saja. Tapi, seakan-akan hati ini memiliki semangat
lagi. Seakan semuanya akan baik-baik saja.
Setelah
itu, dia pun memalingkan wajahnya. Masih bingung, tiba-tiba aku berpikir apakah
ini kehidupan? Baru saja rasanya aku tidak memiliki semangat, seakan-akan
kebahagiaan telah menghilang dalam hidupku. Seakan-akan aku tidak mampu lagi
untuk menanggung semua beban ini. Tapi, kemudian tiba-tiba semuanya hilang.
Seakan-akan aku mampu tuk berdiri tegak kembali. Seakan-akan mampu tuk selalu
tersenyum bahagia tanpa ada beban.
Apakah
ini kehidupan itu? Semuanya sedih dan bahagia dapat kita rasakan bersamaan.
Semua sedih dapat tiba-tiba terganti oleh bahagia. Demikian pula sebaliknya?
Apakah kehidupan ini memang seperti ini? Semuanya harus kita lewati, kesedihan
dan kebahagiaan hanyalah bagian dari kisah yang tak akan pernah berakhir.
Dalam
senyum dan keresahan kuputuskan hanya seperti itu sajalah kehidupan ini..
***END***
0 komentar:
Posting Komentar